04. Harta Pusaka
Dalam budaya Minangkabau terdapat dua jenis harta
pusaka, yakni harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah.
Harta
pusaka tinggi merupakan warisan turun- temurun yang dimiliki oleh
suatu keluarga atau kaum, sedangkan harta pusaka rendah merupakan
hasil pencaharian seseorang yang diwariskan menurut hukum
Islam.
04. 1. Harta Pusaka Tinggi
Harta pusaka tinggi adalah harta milik seluruh
anggota keluarga yang diperoleh secara turun temurun melalui pihak
perempuan.
Harta ini berupa rumah, sawah, ladang, kolam, dan hutan.
Anggota kaum memiliki hak pakai dan biasanya pengelolaan diatur
oleh datuk kepala kaum.
Hak pakai dari harta pusaka tinggi ini
antara lain; hak membuka tanah, memungut hasil, mendirikan rumah,
menangkap ikan hasil kolam, dan hak menggembala.
Harta pusaka tinggi tidak boleh diperjual belikan
dan hanya boleh digadaikan.
Menggadaikan harta pusaka tinggi hanya
dapat dilakukan setelah dimusyawarahkan di antara petinggi kaum,
diutamakan di gadaikan kepada suku yang sama tetapi dapat juga di
gadaikan kepada suku lain.
Tergadainya harta pusaka tinggi karena empat hal:
- Gadih gadang indak balaki (perawan tua yang belum bersuami)
Jika tidak ada biaya untuk mengawinkan anak wanita, sementara umurnya sudah telat.
- Mayik tabujua di ateh rumah (mayat terbujur di atas rumah)
Jika tidak ada biaya untuk mengurus jenazah yang harus segera dikuburkan.
- Rumah gadang katirisan (rumah besar bocor)
Jika tidak ada biaya untuk renovasi rumah, sementara rumah sudah rusak dan lapuk sehingga tidak layak huni.
- Mambangkik batang tarandam (membongkar kayu yang terendam)
Jika tidak ada biaya untuk pesta pengangkatan penghulu (datuk) atau biaya untuk menyekolahkan seorang anggota kaum ke tingkat yang lebih tinggi.